nGgak tau kenapa aku takut dengan cinta !!?
saking takutnya aku dengan cinta aku sampai takut untuk menoleh kebelakang, Aku takut kalau dia ada di belakang ku dan terus mengejarku, aku takut dia akan selalu menjadi bayang-bayang dalam hidupku, menjadi sesuatu yang terus menghantui aku di setiap harinya.
Jujur saja aku memang senang melihat dia, gayanya, Tingkah lakunya, cara dia berbicara, dan yang paling penting aku sangat senang jika melihat dia tertawa, seolah-olah tawanya itu membuatku tertidur lelap dan bermimpi tentang hal yang indah, tetapi entah kenapa tiba-tiba aku terbangun dari mimpi indah ku itu, dan menyadari bahwa aku terlalu jauh berharap tentangnya.
Mungkin dia hanya menggap itu hal yang biasa buatku mendekat kemudian menjauh dan pergi.
dia seakan-akan berubah terhadapku dia kembali menjadi orang yang dingin, Cuek dan mungkin bermasa bodoh tentang perasaanku terhadapnya.
apakah dia tidak mengerti dengan perasaanku??
mungkin dia tidak peka dengan gelagatku terhadapnya??
atau....,,, dia hanya menganggap ini sebatas hal yang biasa saja buat dirinya?? dan disini penyebabnya adalah aku??? Aku yang karena terlalu mudah menganggap hal itu sebagai hal yang beda, aku yang terlalu berlebihan akan sikapnya terhadapku???
Aku memang bodoh, terlalu bodoh dan sangat bodoh... :'(
aku terlalu menanggapi sesuatu yang dia anggap hanya biasa saja menjadi sesuatu yang sangat indah buatku
Dan sekarang, mulai saat ini aku mencoba membuang perasaanku jauh dari lubuk hatiku dan menghempaskannya kelautan lepas yang luas membentang dihadapanku, kini biarkan perasaanQ yang menggantung ini pergi menjauh dari ku walaupun sesungguhnya itu sangat sulit untuk aku lepaskan.
Sabtu, 28 September 2013
SomeOne (15.11.96)
Rabu, 25 September 2013
Big family
Lovely Mom N Dad |
My Brother ( ARY LEE ) |
My Sisther ( ANITA) |
My Sisther ( ANGGUN ) |
My Brother ( ANDIKA) |
My nephew ( AIZ ) |
My nephew ( APRILIA ) |
My nephew ( ARYHA ) |
My nephew ( ALIESYAH ) |
Me 'N' Aliesyah |
Selasa, 24 September 2013
Heal The World | Michael Jackson
There's a place in your heart
And I know that it is love
And this place could be much
Brighter than tomorrow.
And if you really try
You'll find there's no need to cry
In this place you'll feel
There's no hurt or sorrow.
There are ways to get there
If you care enough for the living
Make a little space, make a better place.
Chorus:
Heal the world
Make it a better place
For you and for me and the entire human race
There are people dying
If you care enough for the living
Make a better place for
You and for me.
If you want to know why
There's a love that cannot lie
Love is strong
It only cares for joyful giving.
If we try we shall see
In this bliss we cannot feel
Fear or dread
We stop existing and start living
Then it feels that always
Love's enough for us growing
Make a better world, make a better world.
Chorus:
Heal the world
Make it a better place
For you and for me and the entire human race.
There are people dying
If you care enough for the living
Make a better place for
You and for me.
Bridge:
And the dream we would conceived in
Will reveal a joyful face
And the world we once believed in
Will shine again in grace
Then why do we keep strangling life
Wound this earth, crucify it's soul
Though it's plain to see, this world is heavenly
Be God's glow.
We could fly so high
Let our spirits never die
In my heart I feel
You are all my brothers
Create a world with no fear
Together we'll cry happy tears
See the nations turn
Their swords into plowshares
We could really get there
If you cared enough for the living
Make a little space to make a better place.
Chorus:
Heal the world
Make it a better place
For you and for me and the entire human race
There are people dying
If you care enough for the living
Make a better place for
You and for me.
Refrain (2x)
There are people dying if you care enough for the living
Make a better place for you and for me.
There are people dying if you care enough for the living
Make a better place for you and for me.
You and for me Make a better place
You and for me Make a better place
You and for me Make a better place
You and for me Heal the world we live in
You and for me Save it for our children
You and for me Heal the world we live in
You and for me Save it for our children
You and for me Heal the world we live in
You and for me Save it for our children
You and for me Heal the world we live in
You and for me Save it for our children
Pantun Gombal
bisa dijadikan pupuk disawah
saat abang bilang i lap yu
ku cuma bisa bilang, cius miapah
Untuk aku minum jamu
Kemana pun kamu pergi
Aku slalu rindu kamu.
Beli nye di pinggir jalan
Yang lagi duduk manis banget
Boleh ga kite kenalan
Burung kutilang suaranya merdu
duhai sayang pujaan hati
abang kangen dan sangat rindu
Di bawah batu ada lintah
Bolekah aku bilang
I love you
Untuk kalian semua
Beringin
Hanya Satu Si Pohon Randu
Saat Malam Terasa Dingin
Hanya Wajah Mu Yang Aku Rindu
Susunya di campur madu
Walaupun tadi kita udah ketemu
Tapi hatiku masih terasa rindu
Jatuh Ke Laut Melayang-Layang
Siapa Bilang Abang
Tak sayang
Siang Malam Terbayang-Bayang
Membeli anting intan permata
Gak peduli situ udah tua
Yang penting saling mencinta
15.11.96
terkadang aku berpikir apakah ada orang yang perduli padaku ???
yang bisa mengerti apa yang aku rasakan dan apa yang aku inginkan saat ini?
aku juga selalu merasa bahwa tidak ada seorangpun yang perduli dengan perasaanku.
Cuek, Egois, Masa bodoh itulah pendapatku tentang orang yang berada di sekitarku.
Aku tau aku memang bukan sapa*, aku bukan ratu, aku bukan orang penting yang selalu harus dimengerti, dan aku juga tau kalau aku tidak boleh egois mementingkan diriku sendiri dan perasaaku.
tapi entah kenapa aku selalu merasa di asingkan dan menjadi orang asing bagi mereka semua, merasa tidak pernah ada di tengah mereka, dan tidak dibutuhkan oleh mereka tapi mungkin itu semua karena diriku, diriku yang susah, sulit, dan dan sangat tidak bisa menyesuaikan diriku sendiri atau beradaptasi dengan mereka yang berada di sekelilingku
pada intinya Manusia tidak ada yang sempurna.
sekedar informasi yang mau curhat aku siap ko dengerin curhatan kalian guys,, Sapa tau kita bisa sharing pengalaman atau apalah itu.
See U Next Time :)
: A.A
Falling Tears | Shinjae
Aku Memilih Setia | Fatin Sidqia Lubis
Mungkin engkau adalah salah-satunya
Namun engkau datang di saat yang tidak tepat
Cintaku telah dimiliki.
Inilah akhirnya harus kuakhiri
Sebelum cintamu semakin dalam
Maafkan diriku memilih setia
Walaupun ku tahu cintamu lebih besar darinya
Maafkanlah diriku tak bisa bersamamu
Walau besar dan tulusnya rasa cintamu
Tak mungkin untuk membagi cinta tulusmu
Dan aku memilih setia.
Inilah akhirnya harus kuakhiri
Sebelum cintamu semakin dalam
Maafkan diriku memilih setia
Walaupun ku tahu cintamu lebih besar darinya
Oh ooh.
Seribu kali logika ku untuk menolak
Tapi ku tak bisa bohongi hati kecilku
Bila saja diriku ini masih sendiri
Pasti ku kan memilih kan memilih mu
Inilah akhirnya harus kuakhiri
Sebelum cintamu semakin dalam
Maafkan diriku memilih setia
Walaupun ku tahu cintamu ooh.
Walaupun ku tahu cintamu
Lebih besar daaaa darinya
Don't You Remember | Adele
Peribahasa
Menanti-nanti bagaikan bersuamikan raja.
- Menantikan bantuan dari orang yang tidak dapat memberikan bantuan
Sekali air pasang, sekali tepian beranjak; Sekali air di dalam, sekali pasir berubah.
- Setiap terjadi perubahan pimpinannya, berubah pula aturannya
Bagaikan api makan ilalang kering, tiada dapat dipadamkan lagi.
- Orang yang tidak mampu menolak bahaya yang menimpanya
Hancur badan di kandung tanah, budi baik dikenang jua.
- Budi pekerti, amal kebaikan, akan selalu dikenang meski seseorang sudah meninggal dunia
Alang berjawab, tepuk berbatas.
- Perbuatan baik dibalas dengan perbuatan baik, perbuatan jahat dibalas dengan perbuatan kejahatan pula
Cuaca di langit pertanda akan panas, gabak di hulu tanda akan hujan.
- Sesuatu pasti akan ada identitas atau tanda khususnya
Orang mau seribu daya, bukan seribu dali.
- Jika menghendaki sesuatu, pasti akan mendapatkan jalan, jika tidak menghendaki, pasti mencari alasan
Enak makan dikunyah, enak kata diperkatakan.
- Sesuatu hal haruslah dimusyawarahkan terlebih dahulu
Hawa pantang kerendahan, nafsu pantang kekurangan.
- Hawa nafsu tidak boleh diremehkan harus dijaga sebaik-baiknya
Sekali jalan terkena, dua kali jalan tahu, tiga kali jalan jera.
- Bagaimanapun bodohnya seseorang, jika sekali tertipu, tak akan mau tertipu lagi untuk kedua kalinya
Jangan disesar gunung berlari, hilang kabut tampaklah dia.
- Hal yang sudah pasti, kerjakanlah dengan sabar tidak perlu tergesa-gesa
Sehari selembar benar, setahun selembar kain.
- Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan keyakinan dan kesabaran akan membuahkan hasil yang baik
Di mana kayu bengkok, di sana musang mengintai.
- Orang yang sedang lengah mudah dimanfaatkan oleh musuhnya
Tambah air tambah sagu.
- Tambah banyak permintaannya, bertambah pula biayanya
- Bila bertambah anak, akan bertambah pula rezekinya
Terlalu aru berpelanting, kurang aru berpelanting.
- Segala sesuatu yang berlebihan atau kurang akan berakibat kurang baik
Menghela lembu dengan tali, menghela manusia dengan kata.
- Segala pekerjaan harus dilakukan menurut tata cara aturannya masing-masing
Lemak manis jangan ditelan, pahit jangan dimuntahkan.
- perundingan yang baik jangan disia-siakan, tetapi hendaknya dipikirkan secara dalam-dalam
Luka sudah hilang parut tinggal juga.
- Setiap perselisihan selalu meninggalkan bekas dalam hati orang yang berselisih, walaupun perselisihan itu sudah berakhir
Makan hati berulam rasa.
- Menderita karena perbuatan orang yang kita sayang
Untung bagaikan roda pedati, sekali ke bawah sekali ke atas.
- Keberuntungan atau nasib manusia tiada tetap, kadang di bawah dan kadang di atas
Kalau tiada senapang, baik berjalan lapang.
- Jika tidak bersenjata atau tidak bertenaga, sebaiknya mengalah
Kata Mutiara
- Dimana ada cinta, disitu ada kehidupan
- Dalam ilmu Artmetika Cinta, satu tambah satu sama dengan segalanya; dan dua dikurangi satu sama dengan tidak ada
- Hal paling berat 'tuk dilakukan adalah melihat orang yang kau cinta mencintai orang lain
- Jika kau mencintaiku, biarkanlah aku tahu. Tapi jika tidak, tolong biarkan aku pergi
- Jatuh cinta itu sangat sederhana, tapi jatuh karena cinta itu sungguh mengerikan
- Cinta adalah emosi yang dialami oleh banyak orang dan dinikmati oleh sedikit orang saja
- Cinta itu adalah sebuah obyek seperti obsesi; setiap orang menginginkannya, setiap orang mencarinya, tapi sedikit orang yang mendapatkannya; orang yang pernah melakukannya akan selalu menghargai cinta, tersesat di dalamnya; dan tidak akan melupakannya
- Ketika kekuasaan cinta menguasai cinta kekuasaan, akan ada kedamaian sejati
- Bukan karena kurang cinta, tapi kurang persahabatan yang membuat pernikahan tidak bahagia
- Hidup itu ibarat telepon dari sang kekasih. Ketika terputus tiba-tiba, kita sadar berapa banyak waktu yang telah disia-siakan
Pendidikan
My Religion
About Me
Nama saya Anggi Andriani, Jenis Kelamin Perempuan, Saya diLahirkan Oleh ibu saya di Makassar Pada Tanggal 15 November Tahun 1996 Tepatnya di Rumah Sakit SITIFATIMAH MAKASSAR, saya anak ke-3 dari 5 Bersaudara, Agama saya Islam dan suku saya Gado-gado alias => (Makassar, China, Bugis, Kendari)
Karakter saya itu, Mudah Suka sama seseorang, Humoris, Emosian tapi Mudah luluh dan Tersentuh (Nangis), Tidak tegaan sama siapapun, Paling kalo Marah Sama seseorang Cuman Sebentar,.
Saya Orangnya Tidak suka sama yang namanya kekerasan/pertengkaran, Saya juga Paling tidak suka sama laki-laki yang pelit, sok tau, , Pembohong, Munafik, Dan PlaybOy.
Karakter lelaki yang saya senangi Cuek Tapi Humoris, Baik, Bertanggung Jawab, Penyayang, dan Setia.
Kata Bijak
Bagi para OPTIMIS selalu menemukan KECERIAAN dari lingkungan di sekitarnya, sedangkan bagi para PESIMIS selalu merasa KESEPIAN ditengah keramaian.
Cinta Bangku Belakang
Kami berdiri seperti orang bodoh di situ. Hujan
yang tak mampu diprediksi datang semaunya sendiri. Derasnya tak
tanggung-tanggung, pemandangan di depan mataku hanya genangan air, selebihnya
sampah-sampah plastik mengalir di atas permukaannya. Bau tanah basah sudah
menyentuh hidung sejak tadi, betapa aku jatuh cinta pada aroma yang mengesankan
ini.
Udara dingin telah menusuk tulang, sampai aku muak dan kesal sendiri. Langkahku
terkunci dengan seseorang yang berada di sampingku. Aku mengenalnya, teman
sekelas, tapi aku tak tahu namanya. Bagiku, dia belum menjadi seseorang yang
spesial, maka aku tak perlu mengingat detail kehidupannya. Dalam suasana
menyebalkan seperti ini, apa yang harus kulakukan? Kami berdua dan tak saling
membuka suara, hanya lirih... aku bosan.
Aku sibuk mendengar bisikan hujan, seseorang di sampingku sibuk berdialog
dengan perasaannya sendiri. Kami diam, masih bertahan untuk tak saling bicara.
“Udah sore ya, kalau kayak gini bisa sampai malam.” ucapnya tenang, mulai
berani mengajakku bicara.
Kalau boleh kubocorkan satu rahasia, ini kali pertama kami berbicara. Permulaan
yang aneh memang, tapi siapa yang tahu? Segalanya di mulai dari sini, kami yang
tak pernah saling peduli tiba-tiba menciptakan percakapan basa-basi. Aku tak
langsung menjawabnya, membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara beberapa
lama.
“Kedinginan?”
Aku mengangguk pelan. Masih tak ingin membuka suara. Memang dingin sekali.
Kedua tanganku melingkar di depan dada, aku berusaha keras menghangatkan
tubuhku sendiri.
Dengan gerakan tergesa-gesa, ia membuka jaket yang sejak tadi melekat di
tubuhnya, kemudian meletakkan jaket itu di kedua bahuku. “Pakailah... kamu
lebih butuh.”
Bibirku kelu. Aku tak dapat bergerak. Salah tingkah. Berani-beraninya dia
membuat aku berada dalam keadaan serba salah seperti ini. Aku juga tak paham
dengan perubahan emosiku. Aku senang, tapi malu, dan ada gejolak lain yang
membentuk gugusan warna-warni dalam hatiku. Jaket yang berada di bahu
kurapatkan dengan tubuhku. Hangat.
“Kenapa kamu banyak diam? Di kelas, kamu ribut, sering bertanya dengan dosen.”
sambutnya lugu, diikuti dengan suaranya yang terdengar manis di telingaku.
“Ribut? Itu aktif, bukan ribut. Mohon bedakan.” sergahku panas, aku menyalak.
“Iya, kamu aktif.” jawabnya pasrah, aku merasa menjadi pemegang situasi. “Tapi,
kalau bersama seseorang, kamu banyak diam. Ada sesuatu yang aneh.”
“Sungguh?” aku menatap matanya, tepat di sampingku. “Aneh dibagian mananya?”
“Perlu kujelaskan?” ia langsung bertanya dengan cepat, kemudian mendekatkan
wajahnya, memandangku dengan tatapan hangat.
Dipandang seperti itu, aku merasa seperti disirami vermouth dan gin. Pria di
sampingku benar-benar memabukan, tatapannya sungguh berbeda dengan pria-pria
lainnya. Dan, dia benar-benar mengunci perhatianku.
“Tuh ‘kan, kamu diam lagi.”
“Aku sedang berpikir.”
“Apa yang kaupikirkan dalam suasana sedingin ini?”
“Tidak tahu, matahari makin hilang, langit makin menggelap.”
“Kamu tak menjawab.”
“Memang tadi kamu bertanya apa?”
“Mengapa kaubanyak diam?”
“Karena aku tak mengenalmu.”
“Tapi, kita sekelas.”
“Dalam tempat dan waktu yang samapun, dua orang memang saling bertemu, tapi
mereka tak dipaksa untuk saling berkenalan.”
“Jelas saja kautak mengenalku, aku duduk di bangku belakang.”
“Cerdas, sekarang kamu tahu dan mulai paham.”
“Kita terpisah....”
“Hanya beberapa meter, kamu duduk di belakang, beberapa meter dari bangku
depan... tempat aku duduk.”
Jawaban terakhirku mendiamkan percakapan kita beberapa detik. Aku dan dia sibuk
berdialog dengan perasaan kami masing-masing. Jujur, pria ini memang manis. Aku
tertarik untuk memerhatikannya sejak beberapa hari yang lalu. Awalnya, aku
menganggap dia aneh. Penampilannya memang acak-acakan, padahal kalau ia mau
berdandan sedikit, ia pasti sudah dikejar-kejar wanita yang terkagum-kagum pada
sosoknya yang misterius namun kadang banyak omong. Berhubung ia duduk di bangku
paling belakang, perhatianku terhalang oleh jarak kita beberapa meter. Di
kelas, kami berjauhan, sungguh jauh, sampai tak saling mengenal. Makanya, tadi
kubilang juga apa, kalimat pertama adalah percakapan perdana kami. Harusnya
disertai dengan kembang api dan petasan lebaran, tapi, ah... tak perlu, pria
ini tidak spesial.
“Pernah berpikir tidak, datangnya hujan dari mana?” ia mulai berani mengawali
percakapan.
“Dari air mata yang enggan diturunkan, karena terlalu banyak jumlahnya, makanya
deras.” jawabku sekenanya.
“Ngasal saja!”
“Loh, emangnya salah?”
“Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, tergantung persepsi.”
“Lihatlah, kamu sibuk berfilosofi!”
“Itu pendapatku, Sera.”
Aku terdiam untuk beberapa detik. “Kamu tahu namaku?”
“Siapa yang tidak kenal orang seaktif kamu?”
“Tapi, aku tak mengenalmu.”
“Jelas saja, kauhanya mengenal yang ada dalam duniamu, dan aku adalah dunia
yang berbeda.”
Mendengar jawabannya yang agak sinis, aku memukul lembut bahunya. “Aku tak tahu
kalau pembicaraan kita bisa semenyenangkan ini.”
“Aku juga tak tahu, bisa melewati sore dengan hujan sederas ini, sedingin ini,
bersama seseorang yang menyenangkan seperti kamu.”
“Lihatlah, kaumelucu!”
“Kalau begitu, tertawalah, Sera.”
Bibirku terkunci, aku tidak tertawa. Ah, memang tak terlalu lucu, untuk apa aku
tertawa. “Banyak tugas, bagaimana aku bisa pulang?”
“Apa di otakmu hanya berisi tugas, tugas, dan tugas?”
“Otak punya kemampuan untuk menyaring hal yang penting, tugas termasuk hal
penting.”
“Banyak hal penting di dunia ini, tapi luput dari pandanganmu.”
Aku mengela napas berat. “Namamu sepertinya juga penting, bolehkah aku tahu?”
“Apalah arti sebuah nama, jika yang diingat banyak orang hanyalah tindakan yang
dilakukan, bukan nama yang melakukan?”
“Nama itu penting, kalau berkesan juga akan diingat. Makanya, aku tak ingat
namamu, karena kamu belum berkesan.”
“Aku belum berkesan?” tatapannya mendelik ke arahku.
Aku tak menjawab, saat pertanyaan itu selesai dia ucapkan. Aku juga tak
bergerak, ketika wajahnya tiba-tiba mendekati wajahku. Aku tidak mendorongnya
juga tak menghempaskan tubuhnya, ketika ia memegang lembut daguku kemudian
menciumku.
Tubuhku dan tubuhnya rapat sekali, sampai aku tak bisa membedakan sedang berada
di mana aku sekarang.
Deg.
Dunia nyata dan dunia mimpi seperti berebut tempat di otakku.
*Aku selalu datang paling pagi, mengincar bangku depan, aku tak ingin
ketinggalan pelajaran yang menggiurkan. Aku duduk sendirian, kelas masih sepi,
mungkin teman-temanku masih sibuk dalam dunia mimpi. Aku membuka buku
pelajaran, membolak-balik setiap halaman. Terlalu rajin.
Tatapanku menyentuh jendela. Mendung. Sayang sekali kalau sampai hujan, hujan
membuat setiap orang merasa ngantuk, berbeda situasi jika ada seseorang yang
dipeluk. Tapi, siapa yang mau berpelukan di tengah pelajaran? Aku yakin
teman-temanku masih waras, aku pun juga begitu.
Heran sudah jam segini, yang datang hanya segelitir orang, dihitung dengan
jaripun masih bisa. Kemana teman-temanku? Jadi, mendung tak tahan untuk
menangis, manja sekali. Hujan.
Kelas sepi, banyak yang datang terlambat. Pengajar sudah masuk yang lainnya
masih tergopoh-gopoh dengan baju yang kebasahan, kehujanan. Pria itu, yang
kutunggu-tunggu, juga datang terlmbat. Seperti biasanya, ia duduk di bangku
belakang.
Mata kami tadi sempat bertemu, hanya beberapa detik, lalu saling melepaskan.
Seakan-akan tak terjadi apa-apa kemarin sore. Seakan-akan tak ada peristiwa
penting yang terjadi saat hujan kemarin. Apakah semua pria seperti itu? Selalu
mudah lupa dan mudah menganggap segalanya tak penting?
Aku menghela napas, seharusnya dia memang tak penting, dan aku juga tak perlu
memikirkannya. Tapi, sejak peristiwa kemarin, entah mengapa dia tak berhenti
menghampiri otakku. Aku tak bisa melupakan tatapannya yang asing kala itu.
Betapa manisnya dia saat memberikan jaketnya untuk menghangatkan tubuhku.
Matanya, hidungnya, bibirnya, dan suara lembutnya berotasi dalam pikiranku.
Sialan! Keluhku kesal, dalam hati. Mengapa dia berbeda? Mengapa dia tak semanis
kemarin? Mengapa dia tak sehangat dan seramah saat bersamaku... saat kita hanya
berdua.
Pria yang kulihat saat ini, yang sedang diam-diam kuperhatikan, adalah pria
yang berbeda, bukan pria manis yang mengejutkanku dengan sentuhan bibirnya.
Sungguh berbeda, aku tak melihat sosok manis itu dalam dirinya saat ini.
Mengapa segalanya berubah dalam hitungan jam?
Aku jadi tak bersemangat memerhatikan pengajar, juga tak bersemangat mencatat.
Aku ingin jawaban dari semua rasa penasaranku. Pria itu... bahkan dia tak
menatapku. Dan, aku? Hey, aku menemukan diriku yang berbeda, kali ini aku
menyerongkan posisi dudukku, diam-diam menatap ke arah belakang, berharap wajah
itu setidaknya menatapku dengan tatapannya yang polos dan lugu seperti kemarin.
Sekarang, aku juga berbeda. Aku semakin heran karena perhatianku tiba-tiba
terenggut oleh sosok yang tak kukenal. Masih tentang pria itu, pria yang tak
kukenal namanya. Aku bahkan tak peduli pada detak jam dinding, juga waktu yang
bergulir cepat ketika aku menikmati wajahnya, memerhatikan belahan bibirnya
yang kemarin sore kurasakan.
Sungguh, dia sangat memabukkan.
Kali ini, pandanganku menjalar menyentuh rambutnya yang hitam. Tak terlalu rapi
memang, tapi bagiku potongan rambutnya membuat dia terlihat lebih tampan dan
sederhana. Rahangnya menambah kesan angkuh; angkuh yang eksklusif. Ya,
maksudku, dia nampak seperti pria yang sulit ditaklukan. Hidungnya yang tak
terlalu mancung memang menambah kesan menyenangkan ketika ia mendesahkan
napasnya pelan. Bibirnya, sudah kujelaskan, dan bisa merasakan bibirnya memang
hal yang sangat mendebarkan, seperti kemarin sore.
Keindahan apa lagi yang belum kujelaskan tentang dirinya? Lehernya yang jenjang
memang kadang ia sembunyikan. Dadanya yang bidang membuat semua wanita ingin
bersandar hangat dalam peluknya. Oh, Tuhan, mahluk macam apa yang Kauizinkan
untuk menggodaku kali ini?
Sudahlah, aku memutuskan untuk melepaskan pandanganku dari sosoknya. Toh, dia
makin cuek, dia juga tak mau menatapku. Dia sudah menjadi mahluk paling berbeda
meskipun baru puluhan jam yang lalu kami melewati waktu bersama.
Pengajar sudah meninggalkan kelas, aku merapikan bukuku di meja. Teman-temanku
yang lain sudah lebih dulu keluar, ingin segera pulang dan bermalas-malasan.
Udara dingin yang mencekam seperti ini memaksa mata selalu ingin terpejam, dan
tubuh selalu rindu kasur.
Kelas sudah sepi, aku sudah siap meninggalkan kelas. Aku berdiri dari bangku
yang kududuki, namun tubuhku terhempas lagi. Jemari yang tak begitu asing
meremas bahuku; hingga aku kembali terduduk.
“Buru-buru ya, Sera?” sergah pria itu santai, kali ini ia duduk di sampingku.
“Di luar hujan.”
“Oh, ya? Aku tidak peduli, aku ingin segera meninggalkan kelas ini.”
“Sera....”
“Apa?!”
“Kok sinis?”
“Mau yang manis? Romantis? Cih!”
“Lho, kamu marah?”
“Tidak.”
“Sungguh?”
“Bukan urusanmu! Sok misterius!”
“Kamu tidak tersenyum.”
“Aku hanya tersenyum pada orang yang menurutku penting.”
“Sejak peristiwa kemarin sore, aku belum juga jadi seseorang yang penting
bagimu?”
Aku terdiam.
“Sera, kok diam?”
“Aku tidak paham dengan perlakuanmu tadi, kamu diam, tidak menatapku, tidak
menyapaku, tidak melirik ke arahku... tidak sehangat kemarin.”
“Aku kira kamu marah.” jawab pria itu setengah berbisik, lengannya menyentuh
lenganku. “Ketahuilah, Sera. Kadang, pria memang tak perlu menunjukkan
perasaannya.”
“Semua pria gengsi. Gengsi gede-gedean!”
“Kamu berarti belum paham.”
“Apa yang harus kupahami? Aku sudah cukup lelah dengan pelajaran hari ini, aku
tak ingin memenuhi otakku lagi dengan pemahaman-pemahaman aneh.”
“Kamu lelah karena pelajaran?”
“Tentu saja.”
“Padahal, selama pelajaran, kamu sibuk menatapku.”
Deg. Bibirku terkunci. Kelu.
“Tatapanmu yang tajam, mendelik, namun menggoda itu bisa kurasakan, Sera.”
“Jadi, kamu juga memerhatikanku?”
Ia mengangguk pelan.
“Lalu, kenapa tidak balas menatapku?”
“Tatapan tak harus dibalas dengan tatapan.”
Pria bersorot mata hangat itu mendekat, ketika tubuhnya bergerak cepat, aku tak
bisa lagi mengelak.
Ia memelukku. Tak pernah aku merasa sehangat itu.
“Aku Ravinto. Mohon diingat. Pentingkan aku dalam ingatanmu.”
Aku mengangguk pelan. Sentuhannya tak pernah kuduga.
Dia berbeda.